Pendidikan
Entah kenapa hari ini aku teringat diskusi mengenai pendidikan yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Saat itu, seseorang bilang padaku bahwa pasangan yang diinginkannya adalah pasangan dengan pendidikan sepadan dengannya.
Seperti biasa, aku hanya menggumam tidak jelas. Akhir2 ini aku lebih sering menjadi pendengar yang baik jika bercakap2. Entah kenapa, setiap bercakap2 dengan orang di sekitarku aku selalu merasa minder, merasa bahwa aku adalah orang bodoh berpikiran sempit—meskipun aku yakin mereka tidak berpendapat demikian. Masalah memang ada padaku.
Lama setelah diskusi itu berlalu, hingga saat ini, pendapat temanku itu masih berkecamuk di kepalaku. Seharusnya dulu aku langsung bilang padanya bahwa bagiku taraf pendidikan tidak ada artinya dalam mencapai tujuan hidupku. karena bagiku yang terpenting adalah jiwa manusia itu sendiri. Apakah pendidikan tinggi bisa memberiku ketulusan seperti ketulusan yang diberikan oleh orang2 yang kutemui dalam perjalanan hidupku.
Aku masih ingat ketulusan sepasang petani miskin yang dengan sukarela menawarkan dua buah mangga yang sedang diperamnya kepada empat orang mahasiswa yang berteduh di bawah gubuk mereka. Juga tidak akan pernah terlupakan olehku ketulusan tukang perahu tua yang menawarkan makanan tajil pemberian istrinya kepada aku dan rekanku, padahal beliau hanya dibayar seperlima dari sewa perahu yang kami bayar kepada pemilik perahu. Hingga sekarang, seberapapun aku berusaha, aku merasa masih belum berhasil mencapai tingkat ketulusan seperti mereka. Rasanya, semakin tinggi pendidikan yang kutempuh, semakin sedikit orang yang menghargai ketulusan. Sehingga ketika aku menawarkan tenagaku untuk membantu rekan sekerja mengambil data, bos tak langsung-ku langsung menjanjikan bahwa aku bisa menjadi penulis kedua jika data itu diterbitkan. Padahal, sungguh, tidak ada pikiran apapun dalam diriku saat menawarkan tenagaku.
Jadi, apakah pendidikan tinggi bisa memberikan jalan menuju ketulusan sederhana seperti petani dan tukang perahu itu? Menurutku tidak.
musim gugur di utara
2 Comments:
ketulusan sebenarnya ada dimana2. baik di tingkat org yg berpendidikan rendah/tinggi. kita yg kadang kurang cermat melihat :)
tapi aku merasakan juga ketulusan udah mulai jarang aku temui, ketika udah masuk dunia kerja.
jadi kangen dengan jaman kuliah dulu ya neng...
ketulusan memang ada dimana2 mbak, tapi menurutku itu tidak terkait dengan pendidikan formal. makanya, kalo buat saya sih ketulusan nomor satu :)
Post a Comment
<< Home