Saturday, November 12, 2005

Kamar, kaktus dan telapak kaki

Daun-daun palem yang berdesir tertiup angin menjadi latar depan bagi perbukitan biru yang terlihat jelas dari jendela kamarku. Kamar tempat aku melewatkan sebagian besar waktuku, baik dalam susah maupun senang. Kamarku cukup besar, berukuran 8 kali 6 meter namun hanya terdiri dari satu ruangan saja. Perabot yang terdapat di kamar ini hanyalah selembar permadani, meja, kursi dan lemari buku serta beberapa kotak kardus berisi barang2 yang sudah tidak aku gunakan lagi.

Selama tiga tahun aku menempati kamar ini, tidak banyak perubahan yang kubuat dalam susunan kamar. Perubahan terakhir terjadi beberapa waktu yang lalu sewaktu aku memasang poster yang sudah lama sekali aku miliki tapi tidak pernah kupasang. Selain itu, tidak ada lagi perubahan yang aku buat terhadap kamar ini.

Suara desiran daun palem selalu menemaniku setiap hari, dari pagi hingga siang, siang hingga malam. Kadang angin yang menghembus daun palem juga berhembus ke dalam kamarku. Aku selalu menyambut gembira hembusan angin yang masuk, terutama jika angin itu datang di hari yang panas dan pengap. Namun kadang, angin yang berhembus merupakan angin dingin yang menusuk kulit. Jika angin ini yang datang, maka yang biasa kulakukan adalah menutup jendela atau keluar kamar.

Di luar jendela, aku menyimpan tiga pot kecil pohon kaktus yang aku beli beberapa tahun yang lalu. Dua pohon berbentuk kaktus bundar dan satu pohon merupakan kaktus yang berbentuk telapak kaki. Ketiga pot itu selalu aku tempatkan di luar jendelaku, baik di musim kemarau maupun musim hujan. Jika hujan kaktusku akan sangat basah, sedangkan saat musim kering kaktusku akan terus kepanasan.

Dulu, sewaktu baru dibeli, kaktus terakhir masih memperlihatkan bentuk telapan kaki normal yang cantik dengan 5 jari. Namun sekarang akibat kepanasan dan kehujanan terus menerus, maka kaktus itu tumbuh tidak terkendali dan sekarang berubah menjadi kaki dengan banyak jari. Meskipun demikian, aku memutuskan untuk tetap memelihara kaktus tersebut. Sebagian karena aku tidak tahu apa yang harus kulakukan dengan kaktus itu. Dan sebagian lainnya karena aku mengagumi kegigihan kaktus itu untuk tetap hidup dan berkembang sesuai keinginannya meskipun lingkungannya sangat tidak mendukung.

Hingga kini, jendela kamarku masih dihiasi oleh tiga kaktus mungil yang dinaungi oleh dahan palem yang selalu berdesir ditiup angin.

4 Comments:

At 11/12/2005 2:14 PM, Blogger miraykemuning said...

jadi diem2 di kamar terus karena kaktus. Apa kaktus2 itu yang dibeli waktu ada acara jalan bareng sama kantormu? kalo gitu, saya tau proses belinya he he he.
Di rumah ada bunga anggrek, dikasih sebelum saya balik ke bandung. Pas kembali ke rumah, taneman saya pada layu, sementara si anggrek tetep cantik. Aneh...

 
At 11/14/2005 9:21 AM, Blogger marpuah said...

hahaha kesannya jadi kayak gitu ya...

betul sekali, itu memang kaktus yang dibeli waktu jalan2 itu. jadi bagus kan sekarang.. hehehe....

anggrek memang bunga paling tahan banting. nggak usah diurus juga mekar :D makanya aku paling suka ma anggrek...

 
At 11/14/2005 8:41 PM, Blogger Unknown said...

kamarmu yg diatas itu ya neng? aku kayaknya cuma pernah liat doang...nggak masuk :D

yg aku ingat banget ya kamarmu waktu masih tinggal di jl. ahmad...sering kan aku kesana n ngobrol segala macam...hehe..jaman masih kuliah dulu..i really miss those days..

alam sekitar kita emang banyak memberi pelajaran ama kita, hanya kita yg tidak cermat...
kaktus, siapa tau dia memberi kita contoh..utk bertahan hidup dari segala keadaan..

good writing neng..

 
At 11/15/2005 2:24 PM, Blogger marpuah said...

makasih mbak. senang deh dipuji sama mbak.

memang banyak pelajaran yang bisa didapat dari alam untuk orang yang mau berpikir ya... hehehe...

btw, aku baru sadar kalo blog ku jadi semakin nggak jelas isinya :(

 

Post a Comment

<< Home