Lombok dan sampah
Kemarin saya menonton film dokumenter di salah satu televisi swasta mengenai seorang lelaki asing yang sudah hampir 20 tahun tinggal di Lombok. Di situ diceritakan bahwa laki-laki ini jatuh cinta pada Lombok tetapi juga sedih melihat kotornya pulau cantik ini. Maka dia pun memutuskan untuk hidup di sana dan mendidik masyrakat setempat untuk cinta kebersihan. Usahanya ini dimulai sekitar tahun 1976 dengan membangun WC di sekitar pantai. Setelah itu, ia mendirikan yayasan yang bergerak di bidang kebersihan. Namun, di akhir film disebutkan bahwa setelah puluhan tahun ia berjuang, sedikit sekali perubahan yang terlihat di masyarakat. Ia merasa bahwa ia hanya berjuang sendiri dalam mengatasi sampah di pulau ini, dan ia sudah lelah berjuang.
Dengan kalimat itulah, film dokumenter tersebut berakhir. Sebuah kalimat yang menyiratkan hal yang biasa terjadi dalam masyarakat Indonesia. Seseorang yang berjuang sekuat tenaga pada akhirnya merasa lelah karena tidak melihat adanya perubahan di sekitarnya. Saya pikir, jika pria ini akhirnya memutuskan untuk berhenti atau bahkan pindah dari Lombok, maka kita akan kehilangan sosok yang bisa diteladani di masyarakat. Kadang terlintas dalam pikiran, apa susahnya membuang sampah pada tempatnya. Apalagi Lombok tidak mengalami kasus seperti Bandung yang kesulitan menemukan tempat pembuangan akhir setelah kasus longsornya TPA Leuwigajah. Namun, itulah salah satu potret buram negeri ini, meminjam istilah yang sering dipakai di televisi. Sebuah bangsa yang masih sulit untuk diajak hidup bersih.
Saya ingat perjalanan saya terakhir di Lombok. Saya ingat gersangnya daerah antara Pelabuhan Lembar dan Mataram. Saya ingat indahnya Pantai Senggigi yang ditutupi oleh pasir putih yang dikenal dengan Pasir Lombok. Saya ingat lezatnya kangkung plecing dan ayam taliwang. Saya tidak ingat melihat tumpukan sampah. Bagi orang seperti saya yang pernah melihat tumpukan sampah Bandung, Lombok merupakan daerah yang cukup bersih. Ingatan akan Lombok merupakan kenangan indah bagi saya. Saya hanya berharap bahwa jika lelaki itu memutuskan untuk pindah, ia tetap bisa mengingat keindahan Lombok tanpa harus dicemari dengan kesedihannya akibat sulitnya mengubah perilaku masyarakat.
2 Comments:
menyedihkan memang soal sampah di tanah air. Sepertinya kebanyakan orang tidak peduli dan hanya mau hidup untuk hari ini saja.
Gak kebayang pantai cantik di Lombok bakalan jadi seperti di Sunda Kelapa beberapa tahun ke depan....
Saya jadi inget suasana di Lombok....Mataram, Senggigi, Sekotong, Lembar....dan...krakkk....waduh!!
hehehe.. terus terang saya menulis ini sambil mengingat kamu... makanya aku bilang "bagi saya lombok memberi kenangan indah"....
mudah2an nggak terjadi penumpukan seperti di bandung. terakhir ke sana tahun 2002 senggigi masih bersih.
Post a Comment
<< Home